Betapa aku merasa ini semua sudah terlambat. Usiaku yang sekarang sudah delapan belas tahun. Rasanya sudah begitu terlambat untuk menjadi seorang penulis. Apalagi seorang penulis yang terkenal dan professional.
Aku berpikir, untuk apa aku baru belajar menulis sekarang. Kenapa tidak dari jaman SD dulu? Kenapa aku tidak gencar mengirimkan tulisan-tulisanku ke media sejak SMP dulu? Kenapa aku tidak menjadi orang yang kritis dan penulis karya ilmiah sejak SMA dulu? Jika aku baru memulainya sekarang, ah…. Kerennya terlambat… Kenapa tidak dari SMA dulu aku ikut seminar dan pelatihan menulis.
Pertanyaan terakhir itu menyerang benakku saat salah satu peserta seminar, ketika bertanya menyebutkan dirinya adalah anak SMA. Dia kelihatan begitu aktif mengikuti seminar. Terlihat niatnya yang begitu kuat untuk menjadi seorang penulis. Aku merasa, kenapa dulu aku tidak begitu. Kenapa tidak dari dulu saja aku mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini?
Ku pikir lagi, ah itu wajar saja. Acara seperti ini mana ada di kotaku. Tidak ada seminar kepenulisan seperti ini. Apalagi pelatihan menulis. Apalagi forum menulis. Ya, wajar saja jika aku terlambat. Jika aku baru saja memulainya dari sekarang. Karena kesempatan itu baru saja datang.
Tapi lebih dari itu, dulu, aku sempat putus asa. Ini semua telah terlambat. Mungkin aku akan baru bisa menulis saat umurku tiga puluh tahun. Lalu aku menikmati keteranku hanya dua puluh tahun jika aku mati di umur lima puluh tahun? Ah, betapa serakahnya diriku. Betapa inginnya aku sebuah ketenaran. Astagfirullah…. Aku tahu hal itu. Aku tahu salah itu. Tapi terkadang, lebih sering, aku tidak bisa melawannya. Walaupun ada keinginan dalam diriku untuk mengubah niat itu. Aku ingin membuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Menulis tidak hanya untuk pemuasan nafsu menulisku saja, kegemaranku saja, semata-mata menyalurkan pikiranku saja, tapi menulis adalah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Dalam acara seminar itu, seminar pertama kali yang ku ikuti, seminar kepenulisan, temanya adalah mencetak generasi penulis muda Indonesia yang peduli hak kekayaan intelektual anak bangsa. Seminar yang sangat berarti bagiku, yang diadakan oleh Agritech Research and Suti Club (ARSC) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, terima kasih ARSC, Allah memberikan aku sebuah jawaban. Memang, benar kata Mas Miko, Allah akan menjawab pertanyaan hambanya dengan cara ketuhanannya. Teh Pipiet… Pipiet Senja… Dalam pembicaraannya menuntun langkahku untuk bangkit lagi dalam belajar menulis. Dia menjadi idolaku. Hanya satu, yaitu bahwa dia mulai belajar menulis sejak usia 17 tahun! Itu adalah sesuatu yang iba-tiba membuka mataku. 17 tahun…. Itu adalah jawaban keresahanku. Teh Pipiet yang terkenal dan banyak membuahkan karya-karya best seller itu baru memulai menulis pada umur 17 tahun……
Dari situ aku tercekat. Aku tercambuk. Ayo semangat kalajengQueen!!! Kamu pasti bisa! Contohnya teh pipiet. Dia baru menulis pada umur itu bisa menjadi penulis yang kebanjiran job. Aku pasti bisa seperti Teh Pipiet! Aku harus terus belajar. Jangan malu dengan umur yang segini. Aku akan terus belajar menulis… Aku harus bisa menelurkan karya-karyaku…